Komunitas

WHEN YOUR SPIRIT IS WILLING BUT YOUR EMOTIONS ARE WEAK

101views

Peperangan yang luar biasa! Sebagian dari diri saya ingin berdoa, tetapi sebagian lagi tidak! J. Sidlow Baxter

Sebagain besar dari kita perlu mengangkat kehidupan doa dari tirani mood kita. Saya ingin memberikan ilustrasi dari pengalaman saya. Ketika saya memasuki dunia pelayanan dalam tahun 1928, saya bertujuan untuk menjadi seorang yang paling “Metodis” dari orang Baptis dalam sejarah dunia. Berbicara tentang perfeksionisme, berbicara tentang membuat perencanaan untuk satu hari. Pasti semua itu membuat malaikat dan iblis menjadi kagum.

Saya bangun jam 5.30 pagi. Lima belas menit untuk mandi dan berpakaian. Kemudian, satu jam setengah untuk berdoa dan membaca alkitab. Setengah jam untuk sarapan. Tiga puluh menit untuk olah raga – berjalan di hutan, bernapas dalam-dalam dan ketika tidak ada yang melihat, berlari-lari kecil. Saya sudah merencanakan semuanya dengan baik, dan itu luar biasa. Saya tidak ingin menggambarkan semua dalih dan cara halus yang dipakai ibis untuk membuat saya tersandung dan tertipu karena menjalankan rencana saya. Kemudian saya mendapati bahwa dengan makin bertambahnya tugas dan tanggung jawab adminisratif di gereja, rencana saya menjadi berantakan. Waktu saya untuk bedoa menjadi terpinggirkan, waktu untuk membaca firman T uhan pun menjadi jarang.

Tidak hanya itu, yang lebih buruk adalah ketika saya menjadi terbiasa dengan hal itu. Dan kemudian saya mulai merasionalisasinya. Kehidupan doa saya berisi pengakuan doa dan pertobatan. Setiap saat saya mulai berlutut untk berdoa, saya selalu mulai dengan menangis dan minta Allah mengampuni saya. Saya perlu bertobat karena saya tidak mengambil waktu untuk berdoa lebih banyak, dan meminta Tuhan menolong saya agar dapat melakukan lebih baik pada saat mendatang. Hal-hal seperti ini membuat sukacita yang seharusnya kita nikmati saat berdoa menjadi hilang.

Kemudian timbul krisis. Pada suatu pagi, saya melihat jam saya. Menurut jadwal, saya harus mengambil waktu berdoa selama 1 jam. Saya melihat jam, yang menunjukkan, “waktu untuk berdoa.” Tetapi melihat meja saya, dan tumpukan surat yang menggunung. Nurani saya berkata,” Engkau harus menjawab surat-surat itu.” Saya menjadi bimbang dan terombang-ambing. Berdoa atau membalas surat? Berdoa? Membalas surat? Berdoa? Surat? Ya, tidak. Ya, tidak. Kemudian terdengan suara yang sangat lembut berbicara dari nurani yang terdalam,”Lihat, Sid. Apa yang mengganggumu? Engkau tahu apa yang harus engkau lakukan. Engkau tahu, pagi ini tidak ada cukup waktu untuk berdoa, balas saja surat-surat itu.”

Tetapi saya masih terbelalak dan suara itu mulai menguatkan kembali apa yang dikatakannya. “Engkau pikir Tuhan tidak tahu kesibukan yang sedang kamu alami. Engkau adalah orang kristen yang sudah dilahirkan kembali, serta sudah melayani Tuhan. Banyak orang membutuhkan engkau; ada banyak orang yang bertobat karena engkau. Bukankah itu menunjukkan bahwa Tuhan berkenan kepadamu? Bahkan jika engkau tidak dapat berdoa, tidak usah terlalu kuatir tentang hal itu. Sid, lebih baik engkau menggaku, bahwa engkau bukan orang yang rohani.”

Saya tidak ingin menggunakan frasa yang terlalu berlebihan, tetapi jika saudara menghujamkan belati ke dada saya, tidak ada yang lebih menyakitkan dari kata ini, ‘Sid, engkau bukan orang yang rohani.” Saya bukan orang yang terlalu suka mengintrospeksi diri.  Tetapi pagi itu saya melihat Sidlow Baxter secara mendalam. Dan saya mendapati bahwa ada bagian dalam diri saya yang tidak ingin untuk berdoa. Saya melihat lebih dalam, dan mendapati ada bagian dalam diri saya yang ingin berdoa. Bagian yang tidak ingin berdoa adalah ‘Emosi’, dan bagian yang ingin berdoa adalah ‘Intelek’ dan ‘Kemauan/Kehendak’. Tiba-tiba saya bertanya pada diri saya sendiri: “Apakah engkau mau membiarkan ‘Kemauan/kehendak’mu diseret oleh ‘Emosi’ yang berubah-ubah?

Dan saya bertanya kepada ‘Kemauan’ saya: ”Kemauan, apakah engkau siap untuk berdoa?” dan Kemauan berkata,”Ini aku, siap untuk berdoa.” Kemudian saya berkata,” baiklah Kemauan, mari kita berdoa.” Jadi ‘Kemauan’ dan saya mulai berdoa. Tetapi saat kami sudah siap berdoa, semua emosi yang ada dalam diri saya berkata,”Kami tidak mau ikut berdoa, kami tidak mau. Kami tidak mau.” Dan saya berkata kepada ‘Kemauan’, ‘Kemauan’ bisakah kamu tetap pada rencana semula?” Dan kemauan berkata,”Ya, saya dapat melakukannya, jika engkau mau.” Jadi ‘Kemauan’ dan saya menarik emosi-emosi yang buruk tersebut. Dan berdoa selama 1 jam.

Jika setelah itu anda bertanya,”Apakah itu merupakan waktu doa yang menyenangkan?” Apakah saudara akan mengira mendapatkan jawaban “ya” dari saya? Tidak, waktu doa itu merupakan sebuah pertempuran! Jika saya tidak ditemani oleh ‘Kemauan’, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Di tengah-tengah waktu berdoa, tiba-tiba ‘Emosi’ yang paling berkuasa, pergi ke lapangan golf, untuk bermain golf. Jadi saya harus ke lapangan golf dan berkata kepadanya,”Ayo kembali.” Beberapa menit kemudian salah satu emosi berjalan menuju ke satu setengah hari berikutnya, berada di mimbar berkhotbah, berbicara tentang khotbah yang belum saya persiapkan. Dan saya harus berkata,”Ayo, kembali.”

Pagi  berikutnya tiba. Saya melihat jam saya, dan tiba waktu untuk berdoa. saya berkata kepada ‘Kemauan’,”Ayo, ini waktunya berdoa.” Dan semua emosi  mulai menarik ke arah yang berlawanan. Dan saya berkata kepada ‘Kemauan’, “Bisakah engkau tetap bertahan?” dan Kemauan berkata,” Ya, kenyataannya, saya lebih kuat setelah pergumulan kemarin pagi.” Jadi ‘Kemauan’ dan saya berdoa kembali. Hal yang sama terjadi lagi. Emosi yang suka memberontak, tidak mau bekerja sama dan rusuh. Hal ini terjadi selama kurang lebih 2,5 minggu. Tetapi Kemauan dan saya tetap pada rencana tersebut. Kemudian suatu pagi, ketika kami akan berdoa saya mendengar pemimpin dari Emosi berkata kepada yang lain,”Ayo, kawan, percuma kita berlelah-lelah. Mereka akan terus melanjutkan apapun yang kita lakukan.”

Pagi itu kami tidak mengalai pengalaman yang heboh atau visi yang luar biasa dengan suara dari sorga dan pengangkatan, tetapi ‘Kemauan’ dan saya tidak mengalami gangguan yang berarti sehingga dapat melanjutkan berdoa.Ddan hal itu berlangsung selama 2 atau 3 minggu. Kenyaatannya, Kemauan dan saya mulai melupakan emosi. Tiba-tiba, sementara kemauan dan saya sedang menaikkan doa-doa kami di hadapan tahta kemuliaan Allah, salah satu emosi berteriak,”Haleluya,” dan emosi –emosi yang lain tiba-tiba berteriak, “Amin!” Untuk pertama kalinya  seluruh keberadaan James Sidlow Baxter dengan gembira bekerja sama berlatih berdoa, dan tiba-tiba Allah menjadi nyata, dan sorga terbuka lebar. Intinya adalah: validitas dan efektifitas dari doa tidak ditentukan oleh kondisi psikhologis orang yang berdoa. Hal yang membuat doa valid dan penting, menggerakkan dan bekerja adalah,”Iman saya berdasarkan pada kebenaran Allah.”

Saudara-saudara, kita akan segera bertemu dengan Allah. Ketika saudara bertemu dengan-Nya – dan saya berkata dengan hormat- ketika saudara merasakan lengan-Nya memeluk Saudara, dan ketika saudara memeluk dan juga mengagumi-Nya, apakah saudara tidak ingin melihat wajah-Nya yang indah dan berkata,”Tuhan, akhirnya aku dapat bertemu dengan Pribadi yang bertahun-tahun sudah ku kenal dekat.” Mengapa saudara tidak memutuskan hal itu sejak sekarang dengan cara menjadi seorang kristen yang berdoa? Saudara tidak akan pernah menyesalinya.

Translatated from Worldwide Challenge, by Reva 2018

Adapted from The Alliance Witness

Jika saudara diberkati dengan Renungan di atas, silahkan klik pilihan di bawah ini :

Atau tuliskan komentar saudara melalui kolom berikut :

Facebook Comments

Leave a Response